Bandar Lampung – Nelayan kecil pesisir timur Lampung kini menghadapi tekanan besar akibat regulasi baru dari Amerika Serikat, pasar utama ekspor rajungan Indonesia. Regulasi tersebut melarang rajungan hasil tangkapan dengan jaring, dan hanya menerima rajungan yang ditangkap menggunakan alat tangkap bubu.
Kebijakan ini menimbulkan persoalan serius karena sebagian besar nelayan kecil di Lampung masih bergantung pada jaring. Keterbatasan modal, akses pembiayaan, serta teknologi membuat mereka sulit beralih ke bubu yang dianggap lebih ramah lingkungan. Akibatnya, nelayan kecil berpotensi kehilangan pasar dan pendapatan.
Menanggapi hal tersebut, Tim Pengelolaan Perikanan Rajungan Berkelanjutan (TPPRB) Lampung bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung menggelar Pertemuan Pokja I di Swiss-Bellhotel Bandar Lampung, Kamis (2/10/2025). Pertemuan ini dihadiri Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah dan Tulang Bawang, Forum komunikasi nelayan pantai timur Lampung, Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia (IPKANI), Mitra Bentala, nelayan, pokmaswas hingga perwakilan pengusaha rajungan.
Dalam arahannya, Ketua Pokja I, Makmur Hidayat, S.Pi., M.M., menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan pengelolaan rajungan yang berkelanjutan di perairan pesisir timur Lampung.
Agenda kegiatan meliputi pemaparan capaian program tahun 2024–2025, diskusi evaluasi, serta penyusunan dokumen rencana aksi tahun 2026. Pertemuan juga menjadi wadah bagi stakeholder untuk membahas isu-isu strategis, seperti penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, lemahnya pengawasan, larangan ekspor rajungan dengan alat tangkap jaring.
Oleh karena itu, peserta rapat menekankan pentingnya advokasi dan perlindungan bagi nelayan kecil, agar tidak semakin terpinggirkan oleh kebijakan perdagangan internasional. Diperlukan pula upaya bersama dari pemerintah pusat dan daerah untuk memfasilitasi transisi penggunaan alat tangkap, memberikan bantuan sarana-prasarana yang sesuai standar ekspor, serta mendampingi nelayan agar tetap dapat bersaing di pasar global. Selain itu, forum ini juga mendorong adanya audiensi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencari solusi kebijakan yang adil bagi nelayan dan pelaku usaha.
Kehadiran IPKANI Lampung dan penyuluh perikanan memiliki peran strategis dalam memperkuat pendampingan teknis sekaligus memfasilitasi perizinan usaha bagi nelayan kecil, sehingga mereka dapat memperoleh legalitas yang dibutuhkan dan memperoleh informasi program pemerintah yang dapat di akses oleh nelayan.
Pokja I memiliki peran penting dalam mendukung kebijakan pemerintah, khususnya dalam hal pengurusan perizinan kapal, pembinaan kelembagaan nelayan, peningkatan kapasitas kelembagaan kelompok nelayan, serta pengumpulan data perikanan rajungan.
Dengan adanya strategi bersama ini, TPPRB Lampung berharap nelayan kecil dapat tetap bertahan menghadapi tantangan regulasi internasional, sekaligus memastikan rajungan Lampung terus menjadi komoditas unggulan yang berkelanjutan. (WS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar